Manifesto Bermain

Diposting oleh FilsafatKonseling on 8.06.2010

Dalam kehidupan terkomodifikasikan sedemikian rupa, waktu dan aktivitas sering dilihat untuk: 1) kerja; dan 2) bermain. Hal ini tidak berarti terlepas dari kepentingan-kepentingan. Sehingga pemaknaan kerja dan bermain disandarkan tidak lepas dari hal tersebut. Ketika kepentingan tersebut berhasil memasuki seluruh aspek kehidupan manusia, pemaknaan kedua hal tersebut harus mengikutinya. Ketika segala entitas atau bentuk hidup dilihat sebagai melulu komoditas, kerja dan bermain harus mengikuti logika tersebut.

Disebut-sebut sekarang adalah zaman kapitalisme, dalam artian, sangat sedikit orang mampu membayangkan kehidupan tidak melulu komoditas. Walaupun sekadar membayangkan. Dengan demikian zaman kapitalisme kita maksudkan sebagai bentuk kehidupan yang segala halnya di nilai dari sudut profit. Dewasa ini, kerja dan bermain dipahami dengan kerangka tersebut.

Yang disebutkan pertama, merupakan hal mulia dan baik. Sedangkan disebut terakhir dianggap hal tidak bermanfaat atau tidak produktif. Bermain tidak dilihat dari sudut bermain itu sendiri, melainkan tingkat produktivitas dalam ranah kapital — itu juga yang terjadi dalam pemaknaan kerja.

Bermain adalah bermain
Bermain, dianggap sebagai waktu senggang dan tidak bermanfaat atau tidak produktif. Bermain adalah menghabiskan waktu dengan tidak efisien. Bermain merupakan petanda kemalasan. Bermain merupakan hal tidak serius. Pemaknaan atas bermain yang disebutkan tersebut, melihat bermain dari sudut pandang kapitalistik. Sehingga, segala hal yang tidak mendatangkan keuntungan kapital dianggap sebagai hal sia-sia. Untuk memahami apa itu bermain tentu saja harus dilihat dari sudut pandang bermain itu sendiri.

Bermain adalah spontanitas. Spontanitas telah hilang dalam kehidupan yang diatur oleh kepentingan kapital. Sebagai sebuah tindakan spontanitas, bermain juga dapat diartikan sebagai sebuah perlawanan terhadap keterbelengguan. Spontanitas juga berarti kreativitas. Kreativitas spontanitas adalah kreativitas primordial, yang melampaui segala hal yang tidak berkaitan dengan dirinya, sebut saja akumulasi kapital. Spontanitas juga berarti menafikan logika kapitalisme: yang di mana segala hal atau perilaku manusia didesain sedemikian rupa, hingga menafikan pilihan lain di luar kepentingan kapital.

Bermain juga berarti menolak peraturan atau hukum yang dibuat dari atas ke bawah. Menolak peraturan atau hukum yang dibuat segelintir orang. Menolak peraturan atau hukum yang dirumuskan secara nonkonsensus. Peraturan dan hukum yang dibuat seperti itu samasaja menafikan spontanitas. Dan spontanitas adalah salah satu ciri bermain.

Dalam bermain, hasrat atau kesenangan serta kemauan manusia diakomodasi sedemikian rupa, selama hal tersebut bersifat spontan sedemikian rupa dan tidak berada di luar kepentingan bermain itu sendiri.

Spontanitas juga berarti bahwa manusia memercayai kemampuan dirinya sendiri. Dengan bermain, manusia hendak menerjemahkan segala kemampuannya sedemikian rupa. Dalam bermain, segala kemampuan manusia coba hendak diaktualisasikan, tanpa pernah takut kehilangan untuk menikmati permainan itu sendiri karena ketidakoptimalan untuk mengaktualisasikannya. Dalam bermain tidak ada kata kegagalan, melainkan kebelumselesaian. Kebelumselesaian adalah hidup itu sendiri. Maka, bermain adalah bicara kehidupan. Bermain adalah tumbuhkembang dalam menggeluti kebelumselesaian..

Sebagai suatu spontanitas, bermain sesungguhnya tidak diperintah. Bermain adalah tindakan bebas, bukan suatu tugas. Karenanya, bermain dapat ditangguhkan dan dibatalkan. Oleh karena itu, bermain merupakan suatu sikap otonomi moral. Dengan otonomi moral, hal tersebut mengandaikan sirnanya dominasi yang membelenggu kebebasan sang pemain.

Implikasi dari spontanitas, bermain berarti melakukan sesuatu tanpa menunggu perintah. Dengan demikian, bermain adalah sikap inisiatif. Bermain adalah tidak menunggu. Bermain adalah swakarsa. Sebagai perbuatan bebas perintah-hierarkis, bermain berarti menolak segala kekuasaan yang mengendalikan. Dengan bermain, manusia menemukan kesejatian diri dan kehidupan ideal serta otonomi moralnya.

Sebagai tindakan bebas, bermain juga merupakan upaya pemelajaran manusia dalam memertanggungkan segala tindakannya. Tanpa ada kebebasan, pertanggungjawaban ternafikan. Tanggung jawab mengandaikan kebebasan. Kebebasan adalah prasyarat bermain.

Dalam hidup yang ditentukan oleh kapital, bermain dianggap sebagai hal tidak produktif. Namun demikian, bermain adalah hal intrisik dalam kehidupan. Bermain adalah keluar dari kehidupan yang didominasi oleh kepentingan kekuasaan dan kapital. Bermain adalah mengejar bermain itu sendiri, dalam arti bermain tidak pernah mengejar kepentingan di luar bermain itu sendiri.

Bermain adalah salah satu bentuk menjalani kehidupan. Ia juga suatu upaya pemenuhan kebutuhan nonmaterial. Dalam bermain, manusia mengeksternalisasikan apa yang ada di dalam dirinya: kepuasan, keceriaan, kesenangan, kebebasan, dll.

Bermain adalah otonomisasi diri. Ia menafikan segala peraturan atau hukum yang menafikan sikap otonomi. Dengan otonomi, bermain menjadi mungkin. Permainan merupakan hal tua dalam kehidupan manusia. Bahkan, disebut-sebut, dalam kajian antropologis, bahwa permainan mendahului kebudayaan dan peradaban.

Dalam konteks kekinian, permainan merupakan suatu sikap melawan dominasi dan kepentingan kapital. Bermain juga mendekonstruksi pola relasi sosial yang kapitalistik. Bermain adalah sikap kontra terhadap budaya mapan. []


Artikel Terkait:

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

Terima kasih atas peluangan waktu Anda membaca tulisan ini. Tentu saja, saya akan lebih berterima kasih lagi jika Anda ikut mengomentari tulisan ini.

 

YANG MENGIKUT

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 Unported License.

Hasil Bertukar Banner