Kosongkan dirimu.
Untuk apa?
Biar kau mengetahui, apakah ada kekosongan itu?
Setelah mewejangi, aku tinggalkan guru.
Aku susuri jalan. Setelah jauh berjalan ratusan lemparan tombak, aku istirahat pada suatu majelis. Musafir malang.
Salam.
Aku musafir, berbekal bintang. Hanya itu. Bisakah kalian wahai saudaraku membantu?
Jangan sungkan kisanak. Majelis adalah tempat singgah musafir. Sama halnya dunia adalah tempat pelancongan. Kami semua, di sini, mengabdi untuk berkhidmat kepada setiap musafir.
Langit memerlihatkan bulan tinggal separuhnya.
Saudaraku, aku harus pergi, mencari kekosongan.
Artikel Terkait:
Renungan
- Enam Tahun Kematian Munir: Darah Martir adalah Air Kehidupan
- Filsafat | Cinta Poliamor (Bagian I)
- Bumi Bukan Tempat buat Manusia dan Hewan, tapi Buat Motor dan Mobil
- Tasawuf | Puisi Ibn ‘Arabī | The Theophany of Perfection
- Tasawuf | Menggali Inspirasi dalam Mencari Kebenaran dari MR Bawa Muhaiyaddeen
- Sampai Kapan Kita akan Bekerja?
- Satu Langkah Lagi Menuju Kemerdekaan
- Puasa adalah Pembunuhan
- Puasa dan Kekosongan Diri
- Agama Adat dan Dirgahayu RI
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Terima kasih atas peluangan waktu Anda membaca tulisan ini. Tentu saja, saya akan lebih berterima kasih lagi jika Anda ikut mengomentari tulisan ini.